Sunday, 15 March 2015

Mengatasi Masalah Diri Secara Tepat dan Akurat



a
Sering stres, resah dan gelisah? Sering bingung tak menentu? Masalah tak tahu pemecahannya? Harus kemana tak tahu? Tak ada orang yang bisa membantu? Sudah berusaha berdo’a, sabar dan tawakal tapi persoalan tak hilang-hilang? Jawabanya, salah cara mengatasinya! Bacalah ini, Insya Allah membantu!!
__________________
Penderitaan jiwa, berat maupun ringan, sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di zaman modern ini. Sadar atau tak sadar, banyak orang merasakan penderitaan dan rintihan dalam batinnya. Terhibur dalam keramaian tapi tersiksa dalam kesunyian. Tertawa bersama teman, menjerit dalam kesendirian. Menemukan orang yang tepat untuk curhat sulit, orang tua tidak mengerti, kawan dekat tak bisa memberi solusi. Sudah terkuras energi, usaha tak ada bukti. Kemana harus pergi? Pada siapa harus mencari?

Posisi lumayan tinggi tapi orang tak tahu isi hati. Kedudukan terhormat tapi orang tidak tahu hati melarat. Jabatan terpandang tapi orang tak tahu hati meradang. Merasa sebagai orang berada, banyak harta, istri cantik, dihormati orang, tapi hidup tak ada ketenangan. Uang banyak dan berkecukupan tapi orang tidak tahu hidup selalu resah dan gelisah. Pendidikan tinggi, ilmu banyak, tapi pada Tuhan tak ada kedekatan, ketaatan agama tak ada peningkatan. Merasa pintar tapi tak punya teman dekat, hidup merasa sendiri dan pusing oleh masalah. Ada sesuatu yang hilang dalam diri. Hati kosong dan hampa. Hidup serasa tak menentu. Ketenangan batin adalah barang mahal, kenikmatan hidup jarang dirasakan, bahagia entah dimana.

Manusia hidup dengan persoalannya masing-masing. Ada yang sudah lama dihinggapi oleh beban perasaan yang berat dan sering stres oleh pekerjaan yang menumpuk, atau oleh situasi yang menekan, atau oleh sesuatu yang tidak dimengerti. Pikiran bingung tak menentu. Ada juga yang jodohnya tak kunjung datang, padahal apa yang kurang dalam diri? Seakan Tuhan tidak adil, mengapa jodoh saya susah? Banyak yang stres oleh masalah rumah tangga, Uang dan materi berlimpah tapi tak ada ketenangan hidup, makanan di rumah tak pernah kurang tapi tak ada kenikmatan, dengan istri sering cekcok tak ada kecocokan, dengan anak jauh, dengan orang tua tak dekat, pada mertua tak akrab. Banyak juga yang sudah lama stres dikejar-kejar hutang. Pemasukan sangat sedikit, tapi hutang banyak. Bingung serasa hampir memecahkan kepala, tak tahu harus bagaimana dan harus kemana. Akhirnya, tak betah di rumah, tapi keluar pun bukan jalan keluar malah sering tambah masalah. Teman-teman hanya mendekat kalau kita sedang maju, sedang jatuh pada menjauh. Semua orang rasanya tak mau mengerti, asing dengan diri sendiri. Kalau dibolehkan, rasanya ingin bunuh diri saja.
Problem-problem kejiwaan seperti itu banyak dirasakan bahkan juga oleh orang-orang yang rajin menjalankan agamanya sehari-hari seperti shalat atau ke gereja. Agama dirasakannya tak lebih sekadar ritual dan rutinitas saja, tak membantu memecahkan masalah-masalah. Berdo’a sering tapi tak ada perubahan.

Untuk mengatasi masalah-masalah seperti itu, umumnya orang melakukan tiga hal berikut ini: Pertama, refresing dalam berbagai bentuknya seperti rekreasi, hiburan, nonton, olah raga, jalan-jalan, kumpul-kumpul menghabiskan waktu, nongkrong di café atau belanja menghabiskan uang. Kedua, menyibukkan diri dalam berbagai aktivitas yang diharapkan bisa melupakan problem-problem hidupnya untuk sementara. Ketiga, menghukum dirinya sendiri dengan duduk berjam-jam depan komputer menghabiskan waktu dengan main game seharian, chating semalaman mencari orang yang bisa menghibur, atau yang paling populer sekarang, fesbukan. Ditulislah status-status yang berisi kalimat-kalimat indah, puisi atau curhat yang mengkespresikan penderitaan jiwa yang sedang dialaminya: tentang kehampaan hidup, ketiadaan cinta, kesendirian, kekecewaan dan lain-lain. Seperti sedang berpuisi padahal sedang menggelisahkan dirinya sendiri. Komentar teman ada yang mengejek, ada yang simpati dan menghibur, dan semuanya tak memecahkan masalah!
Dengan cara-cara itu semua, kita berharap penderitaan akan berkurang atau hilang, kenyataan tidak. Masalah tetap saja lestari, muncul dan muncul lagi. Saat jalan-jalan dan kumpul dengan teman masalah lupa sejenak, tapi ketika pulang dan sendirian datang lagi.

Tindakan mencari hiburan adalah langkah salah kaprah dalam menghadapi masalah. Mengapa? Karena yang menderitanya jiwa tapi yang diobatinya fisik. Sumber masalahnya dalam batin, tapi yang dilakukan tindakan-tindakan lahir. Yang merasakannya hati tapi jawabannya adalah fikiran atau tindakan-tindakan rasional. Yang stresnya jiwa tapi yang bermain terus pikiran dan argumen. Orang seperti itu salah dalam memperlakukan diri. Ibaratnya, motor rusak dibawa ke puskesmas, sakit gigi datang ke bengkel, demam pergi ke tukang jahit. Akhirnya, masalah tidak hilang-hilang!

Mengatasi penderitaan jiwa dengan hiburan pasti tidak akan menyelesaikan masalah. Yang kita dapatkan dari hiburan hanyalah kegembiraan atau kesenangan sesaat, ketika pulang ke rumah atau kembali pada kesendirian, derita-derita itu datang lagi, muncul lagi. Begitulah seterusnya. Karena sudah menjadi sistem kesadaran yang berlangsung lama, pola itu menjadi kebiasaan, akhirnya penderitaan muncul terus-menerus. Derita-derita itu tak hilang-hilang dan terasa sangat menyiksa.

Tidak Tepat Terapi
Salah langkah atau terapi adalah penyebab utama  masalah dan penderitaan tak hilang-hilang. Setiap masalah yang dialami setiap orang ada sebab dan akarnya sendiri-sendiri. Karena itu, proses penyembuhannya pun berbeda satu sama lain. Penyembuhan dengan pendekatan agama secara umum, misalnya dengan memperbanyak dzikir, shalat sunat atau sabar dan tawakkal, atau bagi Kristen datang ke Gereja, dengan pengakuan dosa, tidak akan menyelesaikan masalah karena itu semua tidak mengungkap akar-akar masalahnya. Ibaratnya, harusnya datang ke dokter spesialis tapi kita datang ke dokter umum.

Mengatasi kesulitan dan masalah hidup BUKAN dengan hanya dengan sabar dan tawakal atau dengan wirid/dzikir sekian ribu kali, atau dengan istikharah, puasa senin-kamis, tahajjud atau baca asma ul-husna dengan bilangan tertentu. Semua praktek ibadah itu untuk menenangkan jiwa dan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk menyelesaikan masalah. Mengingat Allah berbeda dengan menyelesaikan masalah. Kan bunyi ayat Qur’an-nya juga: “Alaa bidzikrillaahi thathma’innul qulub” (Sesunggungnya dengan mengingat Allah itu, hati akan menjadi tentram), bukan masalah jadi selesai. Banyak orang rutin berdzikir tetap saja sifatnya buruk,  banyak orang rajin shalat tetap saja kesadarannya tidak berubah, banyak orang tahu agama tetap saja menghalalkan segala cara, banyak orang sabar dan tawakal tetap saja masalahnya tak hilang, banyak orang rajin puasa sunat tapi tetap saja kesadaran hidupnya rendah. Bukan ritual agamanya yang salah, tapi antara masalah dengan penyelesaian tidak nyambung. Bukan ibadahnya yang salah, tapi pengobatan tidak tepat. Semua ritual agama itu bukan sebagai pemecahan masalah.

Shalat sunat, puasa sunat atau dzikir adalah ibadah tambahan untuk melengkapi atau menyempurnakan ibadah-ibadah wajib yang banyak kekurangannya atau yang kita kerjakan tidak maksimal. Ibadah-ibadah sunat itu kita laksanakan sebagai ketaatan untuk mencontoh perilaku dan kebiasaan Nabi sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah). Kalau pun berdampak pada berkurangnya beban masalah atau kesembuhan penyakit, itu karena kasih sayang Allah saja, bukan oleh dzikir dan ibadah-ibadah kita itu. Beribadah kepada Tuhan bukan untuk menyelesaikan masalah. Masalah tidak selesai dengan ibadah ritual.

Yang parah adalah datang ke dukun. Tanya itu tanya ini, diberilah resep-resep aneh. Sang dukun pun meramal-ramal. Anehnya, bertanya pada dukun ingin usaha maju dan sukses, dukunnya saja miskin. Bertanya ingin punya jabatan, ingin terpandang dan terhormat, dukunnya saja tak punya jabatan apa-apa. Orang yang datang ke dukun adalah sebodoh-bodohnya manusia. Hilang akal sehatnya. Lebih dari itu, yang paling berbahaya, percaya pada dukun adalah perbuatan syirik, dosa besar dan tidak akan diampuni dosanya sebelum dia bertobat nasuha. Sekali saja percaya pada ramalan dukun, kata Nabi SAW, ibadahnya selama 40 hari ibadahnya tidak diterima.

Bagaimana Mengatasi Masalah yang Tepat?
Ketika masalah menerjang dan penderitaan jiwa menghimpit, pengobatannya bukan dengan memperbanyak dzikir, wirid atau membaca itu ini, apalagi refreshing ke tempat-tempat hiburan. Yang seharusnya dilakukan adalah merenung mencari sebabnya yaitu menghisab diri (introspeksi) atas semua kesalahan, dosa dan pelanggaran-pelanggaran agama yang pernah kita lakukan. Karena semua masalah muncul PASTI karena kita melanggar ajaran agama. Tapi, merenung ini agak sulit. Tidak mudah orang menemukan dan menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri. Maka, satu-satunya cara carilah orang yang bisa memberikan nasehat!! Tanyakanlah mengapa masalah demi masalah muncul dan datang tak habis-habisnya, kemudian duduk, diam dan dengarkan orang yang menasehati kita. Jangan pernah membantah nasehat!! Membantah nasehat adalah ciri orang bodoh.

Orang yang diminta nasehat harus orang yang tepat: yang bersih hatinya, lurus hidupnya, jernih pandangannya, taat agamanya, satu kata antara hati dan perbuatannya, bisa menguasai hawa nafsunya dan ini yang penting: tidak mencari uang dari nasehatnya. Juga, penting dicatat, bukan orang (termasuk kiayi atau ahli hikmah) yang memberikan resep-resep instan agar masalah cepat selesai, yang hanya memberi bacaan-bacaan tertentu, tapi yang bisa menguraikan kesalahan-kesalahan kita, membeberkan kesalahan-kesalahan kita yang semua menjadi penyebab yang tidak disadari (hijab ruhani) munculnya masalah-masalah dalam diri kita, lahir maupun batin. Tanpa canggung dan rasa kasihan, ia harus membongkar kesalahan-kesahalan kita agar kita menyadari diri.

Mencari orang seperti itu memang agak sulit, karena bukan ulama/kiayi biasa, tapi bisa bila ada kemauan. Malas atau membayangkan sulit mencarinya adalah penghalang pertama dari kesembuhan. Cara untuk menemukan orang seperti itu adalah dengan menghidupkan kepekaan hati atau qalbu kita: siapakah dalam lingkungan pergaulan kita, atau yang pernah kita kenal atau kita dengar memiliki atau paling dekat dengan sifat-sifat yang disebutkan di atas. Kuburkanlah status sosial kita saat mencari orang seperti itu, jauhkanlah kesombongan karena kesembuhan tak akan datang selama masih ada gengsi, sombong dan keangkuhan. Semakin mampu kita menguburkan egosime dan kesombongan, semakin rendah memandang diri sendiri, semakin merasa diri penuh dengan kelemahan dan kekurangan bahkan kehinaan, Insya Allah, “antena” kita makin kuat untuk menangkap sinyal dimana orang yang layak memberikan nasehat itu berada. Orang yang tepat itu tak selalu berhubungan dengan ketenaran, usia, sebutan ulama, kiayi, ustadz dan sebagainya. Tapi orang yang tulus, tawadhu, ikhlas, ilmunya tinggi dan tidak ingin terkenal. Orang seperti ini jarang, tapi sekali lagi, ada dan bisa ditemukan.

Bila sudah menemukan, datangi lalu pintalah nasehatnya. Tanyakanlah mengapa kita selalu banyak masalah. Tanyakanlah mengapa kita terpuruk, mengapa kita jatuh, mengapa kita sering stres, mengapa sering tertipu, mengapa usaha selalu gagal, mengapa sulit mencari jodoh, mengapa dengan istri/suami sering ribut, mengapa suami/istri selingkuh, mengapa anak-anak kita kelakuan rusak dan membangkang dst. Tanyakanlah kesalahan dan keburukan apa yang kita lakukan. Ketika nasehat diberikan, praktekkanlah rumus 3D: duduk, diam, dengarkan! Hanya itu yang patut kita lakukan saat mendengarkan nasehat. Janganlah pernah membantah nasehat dengan penjelasan dan kata-kata, dengan pikiran, dengan argumen, bela diri dan apologi. Bila itu ditunjukkan, itulah penghalang kedua dari kesembuhan, kebenaran dan datangnya hidayah.

Penyakit umum kita adalah membantah nasehat dan banyak bicara. Buanglah jauh-jauh kedua sifat itu. Argumen dan penjelasan diperlukan dalam diskusi bukan saat menerima nasehat. Salah satu problem akut manusia modern adalah sulitnya menundukkan hati untuk mendengarkan nasehat dengan rendah hati, tawadhu dan pengakuan kesalahan. Bila rumus 3D itu dijalankan, Insya Allah, jawaban dari persoalan-persoalan hidup yang kita rasakan akan datang, jalan keluar akan terang benderang kemudian berkurang dan hilang. Mengapa? Karena kita melakukan secara tepat tiga hal: benar memahami masalah diri, benar kemana kita bertanya, dan benar apa yang harus kita lakukan. Tepat identifikasi masalah, tepat cara dan tepat langkah, pasti akan mendatangkan tepat hasil.[] Wallahu’alam!

cr: moeflich.wordpress.com

No comments:

Post a Comment