a
Sering
stres, resah dan gelisah? Sering bingung tak menentu? Masalah tak tahu
pemecahannya? Harus kemana tak tahu? Tak ada orang yang bisa
membantu? Sudah berusaha berdo’a, sabar dan tawakal tapi persoalan tak
hilang-hilang? Jawabanya, salah cara mengatasinya! Bacalah ini, Insya Allah
membantu!!
__________________
Penderitaan jiwa, berat maupun ringan, sudah menjadi
bagian dari kehidupan manusia di zaman modern ini. Sadar atau tak sadar, banyak
orang merasakan penderitaan dan rintihan dalam batinnya. Terhibur dalam
keramaian tapi tersiksa dalam kesunyian. Tertawa bersama teman, menjerit dalam
kesendirian. Menemukan orang yang tepat untuk curhat sulit, orang tua tidak
mengerti, kawan dekat tak bisa memberi solusi. Sudah terkuras energi, usaha tak
ada bukti. Kemana harus pergi? Pada siapa harus mencari?
Posisi lumayan tinggi tapi orang tak tahu isi hati. Kedudukan terhormat tapi orang tidak tahu hati melarat. Jabatan terpandang tapi orang tak tahu hati meradang. Merasa sebagai orang berada, banyak harta, istri cantik, dihormati orang, tapi hidup tak ada ketenangan. Uang banyak dan berkecukupan tapi orang tidak tahu hidup selalu resah dan gelisah. Pendidikan tinggi, ilmu banyak, tapi pada Tuhan tak ada kedekatan, ketaatan agama tak ada peningkatan. Merasa pintar tapi tak punya teman dekat, hidup merasa sendiri dan pusing oleh masalah. Ada sesuatu yang hilang dalam diri. Hati kosong dan hampa. Hidup serasa tak menentu. Ketenangan batin adalah barang mahal, kenikmatan hidup jarang dirasakan, bahagia entah dimana.
Posisi lumayan tinggi tapi orang tak tahu isi hati. Kedudukan terhormat tapi orang tidak tahu hati melarat. Jabatan terpandang tapi orang tak tahu hati meradang. Merasa sebagai orang berada, banyak harta, istri cantik, dihormati orang, tapi hidup tak ada ketenangan. Uang banyak dan berkecukupan tapi orang tidak tahu hidup selalu resah dan gelisah. Pendidikan tinggi, ilmu banyak, tapi pada Tuhan tak ada kedekatan, ketaatan agama tak ada peningkatan. Merasa pintar tapi tak punya teman dekat, hidup merasa sendiri dan pusing oleh masalah. Ada sesuatu yang hilang dalam diri. Hati kosong dan hampa. Hidup serasa tak menentu. Ketenangan batin adalah barang mahal, kenikmatan hidup jarang dirasakan, bahagia entah dimana.
Manusia hidup dengan persoalannya masing-masing. Ada
yang sudah lama dihinggapi oleh beban perasaan yang berat dan sering stres oleh
pekerjaan yang menumpuk, atau oleh situasi yang menekan, atau oleh sesuatu yang
tidak dimengerti. Pikiran bingung tak menentu. Ada juga yang jodohnya tak
kunjung datang, padahal apa yang kurang dalam diri? Seakan Tuhan tidak adil,
mengapa jodoh saya susah? Banyak yang stres oleh masalah rumah tangga, Uang dan
materi berlimpah tapi tak ada ketenangan hidup, makanan di rumah tak pernah
kurang tapi tak ada kenikmatan, dengan istri sering cekcok tak ada kecocokan,
dengan anak jauh, dengan orang tua tak dekat, pada mertua tak akrab. Banyak
juga yang sudah lama stres dikejar-kejar hutang. Pemasukan sangat sedikit, tapi
hutang banyak. Bingung serasa hampir memecahkan kepala, tak tahu harus
bagaimana dan harus kemana. Akhirnya, tak betah di rumah, tapi keluar pun bukan
jalan keluar malah sering tambah masalah. Teman-teman hanya mendekat kalau kita
sedang maju, sedang jatuh pada menjauh. Semua orang rasanya tak mau mengerti,
asing dengan diri sendiri. Kalau dibolehkan, rasanya ingin bunuh diri saja.
Problem-problem kejiwaan seperti itu banyak dirasakan
bahkan juga oleh orang-orang yang rajin menjalankan agamanya sehari-hari
seperti shalat atau ke gereja. Agama dirasakannya tak lebih sekadar ritual dan
rutinitas saja, tak membantu memecahkan masalah-masalah. Berdo’a sering tapi
tak ada perubahan.
Untuk mengatasi masalah-masalah seperti itu, umumnya
orang melakukan tiga hal berikut ini: Pertama, refresing dalam
berbagai bentuknya seperti rekreasi, hiburan, nonton, olah raga, jalan-jalan,
kumpul-kumpul menghabiskan waktu, nongkrong di café atau belanja menghabiskan
uang. Kedua, menyibukkan diri dalam berbagai aktivitas yang diharapkan
bisa melupakan problem-problem hidupnya untuk sementara. Ketiga,
menghukum dirinya sendiri dengan duduk berjam-jam depan komputer menghabiskan
waktu dengan main game seharian, chating semalaman mencari orang yang
bisa menghibur, atau yang paling populer sekarang, fesbukan. Ditulislah
status-status yang berisi kalimat-kalimat indah, puisi atau curhat yang
mengkespresikan penderitaan jiwa yang sedang dialaminya: tentang kehampaan
hidup, ketiadaan cinta, kesendirian, kekecewaan dan lain-lain. Seperti sedang
berpuisi padahal sedang menggelisahkan dirinya sendiri. Komentar teman ada yang
mengejek, ada yang simpati dan menghibur, dan semuanya tak memecahkan masalah!
Dengan cara-cara itu semua, kita berharap penderitaan
akan berkurang atau hilang, kenyataan tidak. Masalah tetap saja lestari, muncul
dan muncul lagi. Saat jalan-jalan dan kumpul dengan teman masalah lupa sejenak,
tapi ketika pulang dan sendirian datang lagi.
Tindakan mencari hiburan adalah langkah salah kaprah
dalam menghadapi masalah. Mengapa? Karena yang menderitanya jiwa tapi yang
diobatinya fisik. Sumber masalahnya dalam batin, tapi yang dilakukan
tindakan-tindakan lahir. Yang merasakannya hati tapi jawabannya adalah fikiran
atau tindakan-tindakan rasional. Yang stresnya jiwa tapi yang bermain terus
pikiran dan argumen. Orang seperti itu salah dalam memperlakukan diri.
Ibaratnya, motor rusak dibawa ke puskesmas, sakit gigi datang ke bengkel, demam
pergi ke tukang jahit. Akhirnya, masalah tidak hilang-hilang!
Mengatasi penderitaan jiwa dengan hiburan pasti tidak
akan menyelesaikan masalah. Yang kita dapatkan dari hiburan hanyalah
kegembiraan atau kesenangan sesaat, ketika pulang ke rumah atau kembali pada
kesendirian, derita-derita itu datang lagi, muncul lagi. Begitulah seterusnya.
Karena sudah menjadi sistem kesadaran yang berlangsung lama, pola itu menjadi
kebiasaan, akhirnya penderitaan muncul terus-menerus. Derita-derita itu tak
hilang-hilang dan terasa sangat menyiksa.
Tidak Tepat Terapi
Salah langkah atau terapi adalah penyebab utama
masalah dan penderitaan tak hilang-hilang. Setiap masalah yang
dialami setiap orang ada sebab dan akarnya sendiri-sendiri. Karena itu, proses
penyembuhannya pun berbeda satu sama lain. Penyembuhan dengan pendekatan agama
secara umum, misalnya dengan memperbanyak dzikir, shalat sunat atau sabar dan
tawakkal, atau bagi Kristen datang ke Gereja, dengan pengakuan dosa, tidak akan
menyelesaikan masalah karena itu semua tidak mengungkap akar-akar masalahnya.
Ibaratnya, harusnya datang ke dokter spesialis tapi kita datang ke dokter umum.
Mengatasi kesulitan dan masalah hidup BUKAN dengan
hanya dengan sabar dan tawakal atau dengan wirid/dzikir sekian ribu kali, atau
dengan istikharah, puasa senin-kamis, tahajjud atau baca asma ul-husna dengan
bilangan tertentu. Semua praktek ibadah itu untuk menenangkan jiwa dan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk menyelesaikan masalah. Mengingat
Allah berbeda dengan menyelesaikan masalah. Kan bunyi ayat Qur’an-nya juga:
“Alaa bidzikrillaahi thathma’innul qulub” (Sesunggungnya dengan mengingat Allah
itu, hati akan menjadi tentram), bukan masalah jadi selesai. Banyak orang rutin
berdzikir tetap saja sifatnya buruk, banyak orang rajin shalat tetap saja
kesadarannya tidak berubah, banyak orang tahu agama tetap
saja menghalalkan segala cara, banyak orang sabar dan tawakal tetap saja
masalahnya tak hilang, banyak orang rajin puasa sunat tapi tetap saja kesadaran
hidupnya rendah. Bukan ritual agamanya yang salah, tapi antara masalah
dengan penyelesaian tidak nyambung. Bukan ibadahnya yang salah, tapi
pengobatan tidak tepat. Semua ritual agama itu bukan
sebagai pemecahan masalah.
Shalat sunat, puasa sunat atau dzikir adalah ibadah
tambahan untuk melengkapi atau menyempurnakan ibadah-ibadah wajib yang
banyak kekurangannya atau yang kita kerjakan tidak maksimal. Ibadah-ibadah
sunat itu kita laksanakan sebagai ketaatan untuk mencontoh perilaku dan
kebiasaan Nabi sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah). Kalau pun
berdampak pada berkurangnya beban masalah atau kesembuhan penyakit, itu karena
kasih sayang Allah saja, bukan oleh dzikir dan ibadah-ibadah kita itu.
Beribadah kepada Tuhan bukan untuk menyelesaikan masalah. Masalah tidak selesai
dengan ibadah ritual.
Yang parah adalah datang ke dukun. Tanya itu tanya ini,
diberilah resep-resep aneh. Sang dukun pun meramal-ramal. Anehnya, bertanya
pada dukun ingin usaha maju dan sukses, dukunnya saja miskin. Bertanya ingin
punya jabatan, ingin terpandang dan terhormat, dukunnya saja tak punya jabatan
apa-apa. Orang yang datang ke dukun adalah sebodoh-bodohnya manusia. Hilang
akal sehatnya. Lebih dari itu, yang paling berbahaya, percaya pada dukun adalah
perbuatan syirik, dosa besar dan tidak akan diampuni dosanya sebelum dia
bertobat nasuha. Sekali saja percaya pada ramalan dukun, kata Nabi SAW,
ibadahnya selama 40 hari ibadahnya tidak diterima.
Bagaimana Mengatasi Masalah yang Tepat?
Ketika masalah menerjang dan penderitaan jiwa
menghimpit, pengobatannya bukan dengan memperbanyak dzikir, wirid atau membaca
itu ini, apalagi refreshing ke tempat-tempat hiburan. Yang seharusnya
dilakukan adalah merenung mencari sebabnya yaitu menghisab diri (introspeksi)
atas semua kesalahan, dosa dan pelanggaran-pelanggaran agama yang pernah kita
lakukan. Karena semua masalah muncul PASTI karena kita melanggar ajaran agama.
Tapi, merenung ini agak sulit. Tidak mudah orang menemukan dan menyadari
kesalahan-kesalahannya sendiri. Maka, satu-satunya cara carilah orang
yang bisa memberikan nasehat!! Tanyakanlah mengapa masalah demi masalah
muncul dan datang tak habis-habisnya, kemudian duduk, diam dan dengarkan orang
yang menasehati kita. Jangan pernah membantah nasehat!! Membantah nasehat
adalah ciri orang bodoh.
Orang yang diminta nasehat harus orang yang tepat:
yang bersih hatinya, lurus hidupnya, jernih pandangannya, taat agamanya, satu
kata antara hati dan perbuatannya, bisa menguasai hawa nafsunya dan ini yang
penting: tidak mencari uang dari nasehatnya. Juga, penting dicatat, bukan orang
(termasuk kiayi atau ahli hikmah) yang memberikan resep-resep instan agar
masalah cepat selesai, yang hanya memberi bacaan-bacaan tertentu, tapi yang
bisa menguraikan kesalahan-kesalahan kita, membeberkan kesalahan-kesalahan kita
yang semua menjadi penyebab yang tidak disadari (hijab ruhani) munculnya
masalah-masalah dalam diri kita, lahir maupun batin. Tanpa canggung dan rasa
kasihan, ia harus membongkar kesalahan-kesahalan kita agar kita menyadari diri.
Mencari orang seperti itu memang agak sulit, karena
bukan ulama/kiayi biasa, tapi bisa bila ada kemauan. Malas atau membayangkan
sulit mencarinya adalah penghalang pertama dari kesembuhan. Cara untuk
menemukan orang seperti itu adalah dengan menghidupkan kepekaan hati atau qalbu
kita: siapakah dalam lingkungan pergaulan kita, atau yang pernah kita kenal
atau kita dengar memiliki atau paling dekat dengan sifat-sifat yang disebutkan
di atas. Kuburkanlah status sosial kita saat mencari orang seperti itu,
jauhkanlah kesombongan karena kesembuhan tak akan datang selama masih ada
gengsi, sombong dan keangkuhan. Semakin mampu kita menguburkan egosime dan
kesombongan, semakin rendah memandang diri sendiri, semakin merasa diri penuh
dengan kelemahan dan kekurangan bahkan kehinaan, Insya Allah, “antena” kita
makin kuat untuk menangkap sinyal dimana orang yang layak memberikan nasehat
itu berada. Orang yang tepat itu tak selalu berhubungan dengan ketenaran, usia,
sebutan ulama, kiayi, ustadz dan sebagainya. Tapi orang yang tulus, tawadhu,
ikhlas, ilmunya tinggi dan tidak ingin terkenal. Orang seperti ini jarang, tapi
sekali lagi, ada dan bisa ditemukan.
Bila sudah menemukan, datangi lalu pintalah
nasehatnya. Tanyakanlah mengapa kita selalu banyak masalah. Tanyakanlah mengapa
kita terpuruk, mengapa kita jatuh, mengapa kita sering stres, mengapa sering
tertipu, mengapa usaha selalu gagal, mengapa sulit mencari jodoh, mengapa
dengan istri/suami sering ribut, mengapa suami/istri selingkuh, mengapa
anak-anak kita kelakuan rusak dan membangkang dst. Tanyakanlah kesalahan dan
keburukan apa yang kita lakukan. Ketika nasehat diberikan, praktekkanlah rumus
3D: duduk, diam, dengarkan! Hanya itu yang patut kita lakukan saat
mendengarkan nasehat. Janganlah pernah membantah nasehat dengan penjelasan dan
kata-kata, dengan pikiran, dengan argumen, bela diri dan apologi. Bila itu
ditunjukkan, itulah penghalang kedua dari kesembuhan, kebenaran dan datangnya
hidayah.
Penyakit umum kita adalah membantah nasehat dan
banyak bicara. Buanglah jauh-jauh kedua sifat itu. Argumen dan
penjelasan diperlukan dalam diskusi bukan saat menerima nasehat. Salah satu
problem akut manusia modern adalah sulitnya menundukkan hati untuk mendengarkan
nasehat dengan rendah hati, tawadhu dan pengakuan kesalahan. Bila rumus 3D itu
dijalankan, Insya Allah, jawaban dari persoalan-persoalan hidup yang kita
rasakan akan datang, jalan keluar akan terang benderang kemudian berkurang dan
hilang. Mengapa? Karena kita melakukan secara tepat tiga hal: benar memahami
masalah diri, benar kemana kita bertanya, dan benar apa yang harus kita
lakukan. Tepat identifikasi masalah, tepat cara dan tepat langkah, pasti akan
mendatangkan tepat hasil.[] Wallahu’alam!
cr: moeflich.wordpress.com
No comments:
Post a Comment