Saya ingin berbagi pengalaman pribadi saya dulu semasa
kuliah S1 di salah satu universitas di Amerika. Waktu itu saya tinggal dengan 3
orang yang beda agama: Catholic, Atheist, Agnostic. Saya sebagai Muslim selalu
ditanya macam-macam oleh ketiga roomate saya ini. “Mengapa harus shalat 5 kali
sehari?”, “Mengapa harus wudhu?”, “Mengapa harus basuh 3-3 kali”, “Mengapa
shalat harus gerakannya begitu?”, “Mengapa nggak boleh makan babi?”, etc,etc.
Pertama kali saya bingung bagaimana menjelaskan secara simple dan masuk logika
mereka yang sejak kecil berlatar belakang non-Muslim itu. Saya cuma bisa jawab
“This is based on the laws of Allah” Mereka cuma bisa jawab: “Well, you accept
those laws without questioning them?!” Saya cuma bilang “For you, your faith,
for me, my faith.”
Suatu hari, ketika salah satu dari mereka (agnostic)
sedang memasak air, saya ada ide bertanya padanya: “Mengapa air harus mendidih
212F? (100C) mengapa tidak lebih atau kurang? Mengapa atom punya 7 lapisan?
Mengapa planet di tata surya cuma ada 9? Mengapa mata anda 2, tidak 3, atau 1? etc.etc.
Pokoknya saya tanya semua yang berhubungan dengan numbers in the nature. Saya
tanya lagi “Why do you accept all those laws without questioning them?” Teman
saya cuma bisa tersenyum dan menjawab, “You got me this time!”
Pernah mereka bertiga bertanya kepada saya: “If we die
as a non-Muslims who do not believe in Islam, will we go to hell in hereafter?”
Saya ambil Al Qur’an English translation, saya tunjukkan ayat2 yang menjelaskan
bahwa mereka yang mereject atau memilih agama selain Islam, tidak akan diterima
amal mereka oleh Allah SWT, dan di akherat mereka akan merugi. Saya katakan
pada mereka: “YES, IF YOU REJECT ISLAM, YOU REJECT YOUR CREATOR, YOU WILL GO TO
HELL.” Saya tidak mau berbasa-basi dengan mereka dengan berkata “Oh, nggak,
asal kamu berbuat baik, you’ll be fine…” atau “Tuhan Maha Pengasih dan
Penyayang, kita semua sama ciptaanNya, Dia tidak akan memasukkan kalian ke
neraka…” Tapi saya katakan apa adanya. Hasilnya?
Mereka yang tadinya tidak pernah membaca buku2 Islam,
setelah kejadian itu, meminjam buku2 Islam saya untuk dibaca. Bahkan hampir
setiap kali sebelum tidur, kita berempat selalu berdiskusi tentang Islam.
Alhamdulillah, sampai saya lulus, pemikiran mereka yang keliru tentang Islam
telah hilang, dua roomate saya yang Catholic dan Agnostic bahkan beberapa kali
datang ke masjid. Mereka berdua bahkan mencoba berpuasa di bulan Ramadhan
bersama saya. Mereka berdua bertanya kemungkinan mereka masuk Islam. Si Atheist
sendiri berubah status dari tidak percaya adanya Tuhan, menjadi Agnostic yang
percaya tapi masih mencari kebenaran mengenai agama2 di dunia.
Saya tidak pernah menyangka akan begini hasilnya
ketika saya TEGAS menjawab pertanyaan mereka. Kalau saya tidak tegas, mungkin
mereka tidak akan takut akan possibility masuk neraka, mungkin mereka akan
tenang2 saja tidak berusaha mencari tahu SINCERELY apa itu Islam, dan
kemungkinan lainnya yang bisa menghalangi mereka dari cahaya kebenaran Islam.
Pernah saya diundang ke pesta oleh seorang teman
non-Muslim di rumahnya yang megah (seperti Castle). Bapak jendral di ARMY,
ibunya konglomerat di Amerika. Di belakang rumahnya saja ada tempat parkir
helicopter. Ketika saya ditawari minum wine (alcoholic beverage), saya bilang
“I am sorry, I am a Muslim, I don’t drink alcohol.” Mereka langsung salut, dan
bertanya2 tentang Islam. Bahkan bapaknya teman saya langsung membawa saya ke
ruang belajarnya. Saya kaget sekali ketika saya lihat di dinding terhampar
sajadah bergambar Ka’bah. Di meja studinya ada Al Qur’an. Dia bilang dia beli
itu semua ketika perang Desert Storm. Dia salut dengan ajaran Islam. Bahkan dia
katakan lagi banyak anak buahnya di ARMY (hundreds of them) yang masuk Islam
pada perang Desert Storm. Dia sendiri sedang mempelajari Islam. Waktu itu saya
benar2 tertegun ketika diajak ngobrol oleh si jendral ini.
Dia bilang bahwa Muslims di Amerika harus bisa melobby
White House terhadap policy di MidEast dan Islamic world in general. Dia bilang
lagi bahwa kebijakan di Amerika banyak dipengaruhi oleh lobbynya Jews (Yahudi).
Saya kaget mendengar uraian ini dari seorang Amerika kulit putih yang
non-Muslim dan dari Angkatan Bersenjata pula. Padahal obrolan ini semua berasal
dari omongan saya bahwa saya tidak minum alcohol karena saya Muslim… mungkin
kalau saya malu2 berucap saya Muslim tentunya dia tidak akan ‘curhat’ kepada
saya tentang hal2 di atas…
Pernah pula, sewaktu hendak berlibur ke Indonesia,
saya dan teman saya shalat di corner salah satu gedung di Chicago Intern’l
Airport. Selesai shalat, ada dua orang pilot berdiri menatap kami tidak jauh
dari tempat kami shalat. Seorang darinya mendekati dan menyalami kami, menjabat
tangan kami, sambil bertanya dari mana kami berasal. Dia merasa senang melihat
orang Islam yang taat menjalankan agamanya. Bahkan diberinya kami kartu namanya
dan berpesan jangan segan2 mengontak dia kapan saja.
Masya Allah, tadinya sebelum saya ke Amerika, saya
tidak menyangka masih ada orang2 di Amerika yang seperti itu. Sebagian dari
mereka berhati hanif (lurus) dan masih mencari2 kebenaran. Tugas kitalah
sebagai Muslim menyampaikan da’wah kepada mereka. Kalau kita berpaham AGAMA ITU
SAMA, buat apa lagi berda’wah? Toh, masuk Islam atau tidak, mereka tetap saja
selamat (kalau asumsinya semua agama itu sama). Begitu pula dalam da’wah,
kadang2 memang harus TEGAS dan memberikan peringatan, di samping dengan tutur
kata yang baik dan bijaksana. (pembawa kabar gembira dan peringatan).
Mudah2an Allah menunjuki hati2 mereka yang masih
SINCERELY seeking for the truth di mana saja mereka berada…
Sumber: Dari pengalaman seseorang. (dari Islam itu
Mudah)
No comments:
Post a Comment