Berapa keuntungan yang Bapak hasilkan dari jualan pulpen ini, Pak?” tanya si Faqir.
Dengan senyum dari bibirnya yang kering dia
balik bertanya, “Berapa ayat al-qur’an dan hadist rasul-Nya yang kauhafal serta
apa hasil yang kaudapatkan, Nak?”
Tiba-tiba si Faqir tertunduk dan terdiam..
Si penjual pulpen mengangkat kepalanya
serempak dengan si Faqir, empat mata bertemu dan pembicaraan berubah menjadi
lebih serius.
“Bapak kenapa harus bekerja keras seperti
ini? Berada di bawah terik yang panas dan di pinggir jalan yang banyak debu,
apakah tidak ada pekerjaan lain yang bisa Bapak lakukan agar dahaga tidak terlalu
kuat mengikat leher Bapak?”
Senyum si penjual pulpen terlihat lagi seraya
menyampaikan pesan. Pesan yang sangat amat “PENTING” sekali.
“Nak, tahukah kamu bahwa sesungguhnya Allah
adalah ‘SUTRADARA TERBAIK’ dalam kehidupan ini? Tidakkah kamu sadari pertemuan
kita ini salah satu alur dari cerita yang Dia atur? Aku sangat bahagia nak,
sama sekali tidak ada kesedihan yang menyelimuti hari-hariku, bersyukur dengan
apa yang ada padaku, gembira dalam pekerjaanku, aku selalu memulai hari dengan
nama Allah, lihatlah aku duduk tanpa sandaran, aku menyandarkan segala urusanku
kepada nama yang ku ucapkan setiap memulai hari-hariku.”
“Saya juga heran kenapa bapak selalu senyum,”
tutur si Faqir.
“Lihatlah sekelilingmu, Nak, berapa banyak
manusia yang memiliki wajah tapi enggan untuk mengikuti ajakan Rasul, padahal
hanya sebuah senyuman. Senyum memperkaya kebahagiaan tanpa mengurangi
sedikitpun apa yang kita miliki, Nak.”
Karena ekstremnya panas di siang itu, baju si
Faqir mulai basah dengan dahi mengerut.
Si Faqir mengulangi pertanyaan yang sama
seperti diawal pertemuannya.
“Kenapa harus berjualan pulpen, Pak?”
“Saya tidak bisa mengajar nak, saya tidak
kuliah, tidak bisa mempengaruhi orang dengan gaya seperti ini. Karena saya
sadar kekuarangan itu, saya punya inisiatif seperti ini, biarlah pulpen-pulpen
ini menjadi alat untuk para pecinta ilmu, saya berharap pulpen ini bisa
meluaskan ayat-ayat Allah dan pesan-pesan Rasul-Nya.”
“Saya beli pulpennya, Pak”, sahut si Faqir.
“Ambillah, Nak,” sahutnya dan kembali bicara.
“Sederhana saja nak, JIKA KAMU TIDAK BISA MENJADI BUAH SEPERTI YANG BANYAK
ORANG SUKAI, MAKA JADILAH AKAR YANG SELALU MENCARI AIR DAN MENCAKAR TANAH AGAR
BUAH YANG ORANG INGINKAN SELALU ADA DAN BISA DINIKMATI.”
cr: fiqhislam.com
No comments:
Post a Comment